January 14, 2010

Queen Seon Deok Episode 50: Akhir dari Mishil

Mishil mengaku kepada keluarganya bahwa Bidam adalah anaknya dengan raja Jinji.
“Hyeong Jong”
Misaeng kaget. Juga yang lainnya.

Deokman masih menanti pengakuan Bidam.
“Apa hubunganmu dengan Mishil?”
“Tidak ada apa-apa” Bidam menutupi.

Deokman termenung sendirian
“Bidam membohongiku”

Jukbang dan Godo menemui Deokman yang sedang bersama Bidam. Mereka memberi ide untuk membanjiri Benteng Daeya dengan air karena posisinya diapit sungai-sungai. Bidam berkata itu tidak mungkin karena tidak cukup air. Tapi itu memberi ide Bidam. Dalam meeting Bidam memberi ide sebaliknya, dia ingin membendung dan memblok hulu sungai sehingga air sungai tidak mengalir ke benteng daeya. Dia juga menyarankan untuk meracuni sungai-sungai kecil.
“Dalam sekejap benteng Daeya akan mengalami mimpi buruk dan suasana menjadi seperti di neraka”, ujar Bidam. (kejam juga ya ide Bidam, dari kecil dia udah pernah ngeracun orang, dia mau memojokkan ibunya sendiri)
Kim Yu shin menentang ide itu. Karena racun juga akan mematikan lahan-lahan di sekitar sungai.
“Itu juga tanahmu dan rakyatmu Yang Mulia”, kata Yushin.
Akhirnya putri bermaksud mengikuti ide Bidam tapi tidak melaksanakannya. Putri hanya ingin ide Bidam itu disebarkan sebagai rumor ke pihak musuh.

Deokman sebenernya tidak ingin berperang melawan Mishil. Dia selalu menganggap Mishil orang yang hebat, dan juga mempunyai pengikut yang kompeten. Dia ingin Mishil bergabung dengannya. Mishil menemui Bidam dan mengutus Bidam mengantarkan surat secara langsung kepada Mishil.

Mata-mata menyampaikan pesan adanya rumor pemblokan dan peracunan sungai. Mishil marah dan meremas laporan itu. Walau mungkin itu hanya rumor tp Mishil dan Seolwon merasa kecolongan, mereka tidak memikirkan resiko itu. Selama ini benteng kuat terhadap arah barat, baekje, tapi rupanya lemah terhadap arah timur, Sorabol. (Mishil, itu ide anakmu, sekarang sepertinya anakmu lebih hebat).



Mishil tidak tertarik mengadakan perundingan dengan Deokman.
“Apa kamu takut?” tantang Bidam. “Jika tidak temuilah Putri sekali”

Tempat dan waktu perundingan telah ditentukan. Pasukan masing-masing tidak boleh mendekat ke lokasi perundingan. Deokman datang dikawal Bidam. Tak lama kemudian Mishil datang dikawal Chilsook.


Mishil dan Deokman duduk dimeja perundingan sambil minum teh. Deokman berkata dia ingin berkoalisi dengan Mishil dandengan kemampuan kubu Mishil, dan menganggap itu berguna bagi tujuannya demi Shilla.

“Siapa yang kamu inginkan?” kata Mishil tenang. “Seolwon, Misaeng atau Chilsook?”
“Anda”, kata Deokman
Mishil kaget.
“Seju sudah tidak mungkin lagi menjadi penguasa Shilla dalam kondisi sekarang”
“Penguasa? Shilla?”, Mishil mulai tersinggung.
Mishil menyebutkan 4 nama tempat. “Tahukah kamu tempat-tempat itu?”, tanya Mishil
Deokman menjawab itu nama kota-kota diperbatasan.
“Itu tempat-tempat di mana Mishil menumpahkan darahnya. Tempat dimana hwarang dan pasukanku gugur disana.Tempat-tempat yang aku taklukan bersama raja Jinheung. ”, Mishil berkata emosional.
Mishil menganggap Deokman tidak tahu apa-apa tentang Shilla.
“Aku mencurahkan diriku pada Shilla. Aku begitu mencintainya dan sampai ingin memilikinya. Apa menurutmu cinta bisa dibagi yang lain?”
Mishil emosi dia beranjak pergi.

Bidam melihat sesuatu yang tidak beres. Dia minta ijin Deokman untuk menemui Mishil.
Bidam mengejar tandu Mishil. Mishil keluar dan berbincang dengan Bidam.
Bidam merasa sebaiknya Mishil bekerja sama, karena Mishil kondisinya tak menguntungkan dan tak punya pilihan lain. (Bidam pasti ingin ibu dan kekasihnya bisa damai ya)
Mishil tetap beranggapan bahwa dia tidak bisa berbagi dengan Deokman.
Bidam kecewa, akhirnya dia mengeluarkan sebuah amplop raja Jinheung.
“Kamu pasti tau apa ini”, kata Bidam.
“Akhirnya dia kembali kepada pemiliknya”, kata Mishil dalam hati.
“Aku mengambilnya dari putri dan menyembunyikannya”, aku Bidam.
“Mengapa kamu mencurinya?. Mengapa kamu mencuri dan lalu menyembunyikannya”, desak Mishil.
“Karena… ini semua terlalu kejam untukmu…ibu”, Bidam terbata-bata
Mishil terharu… (dipanggil ibu dan diperhatiin oleh anaknya yang cakep)
“Hidupmu seharusnya sudah berakhir bertahun-tahun yang lalu”, lanjut Bidam

Bidam masih ingin Mishil bergabung dan jika tidak Bidam mengancam akan mengumumkan surat perintah ini pada semua orang.
Mishil terlihat sudah tidak konsentrasi terhadap ucapan Bidam. Dia maju mengulurkan tangannya ingin menyentuh rambut, wajah  Bidam. Tapi akhirnya Mishil hanya mengambil rumput dibahu Bida. Mishil menahan gejolak hatinya  lalu segera pergi. (Wuaa..kenapa Mishil masih jaim…)
Bidam menangis.

Kubu mishil terkejut bahwa Putri mengajak berkoalisi tetapi ditolak oleh Mishil. Mereka kaget tau putri sebenernya tidak ingin membunuh orang-orang Mishil.
Deokman memberitahukan pada kelompoknya bahwa perundingannya gagal. Putri ingin mereka kembali fokus ke rencana untuk mengalahkan Mishil dengan cepat.

Pasukan Deokman semakin mendekati benteng Daeya. Hajong memberikan berita gembira pada ibunya bahwa komandan di perbatasan mendukung Mishil dan akan mengerahkan pasukannya untuk Mishil. Walau terdesak tapi Mishil tak tertarik menarik pasukan perbatasan. Kepanikan dan desersi di pasukan Mishil terus meningkat seiring dengan meluasnya rumor tentang racun di air minum.
Deokman percaya seorang Mishil tidak mungkin mengerahkan pasukan perbatasan yang bertanggung jawab terhadap pengamanan terhadap serangan BaekJe.
Deokman berkata pada Bidam
“Aku melihat aura seorang Penguasa di wajah Mishil”

Mishil berada di tahtanya dia berkata pada Seolwon bahwa dia akan mengakhirinya. Mereka mengingat masa mereka menjadi Hwarang. Seolwon berkata mengapa Mishil menjadi lemah. Mishil berkata dia tidak lemah dia hanya mau masuk menjalankan rencana berikutnya.Walau pilu, Seolwon mengerti keputusan Mishil. Mishil ingin Seolwon menjalankan perintah, melindungi para pengikutnya dan rencananya yang terakhir (sepertinya berhubungan dengan Bidam). Mishil menyampaikan surat wasiatnya pada Seolwon.
Saat rapat dengan para pimpinan pasukannya Deokman mempunyai insting Mishil akan menyerah. Bidam tersentak, dia meninggalkan rapat dan langsung lari keluar kemah ke arah benteng Daeya. Bidam  mencemaskan sesuatu. (tentu Mishil, ibunya).
Ternyata Benteng Daeya tiba-tiba dipenuhi bendera putih tanda menyerah. Bidam sangat khawatir.

Deokman mendapat laporan bahwa benteng daeya telah menyerah dan melucuti senjatanya. Deokman dan pasukannya menuju Benteng Daeya. Dia disambut oleh Seolwon yang berlutut menyerah tanpa syarat.
“Dimana Seju Mishil?”kata deokman kepada Seolwon.
“Seju menunggumu”

Bidam berlari menemui Mishil. Dia melihat Mishil duduk anggun di singgasananya. Tapi Bidam terkejut dan pilu saat melihat 3 buah sloki kecil tergeletak di lantai. Mishil telah meminum racun.
“Mengapa harus seperti ini!”, Bidam berteriak tak terima.
“Tidak perlu berteriak waktuku hanya tinggal 15 menit”, kata Mishil lembut.

“Apakah saat ini kamu ingin aku memanggilmu ibu ataukah kau menyesal dan ingin mengutarakan cintamu padaku?”
“Tak perlu memanggilku ibu dan aku tak perlu menyesal”
Bidam kecewa, dia sebenernya berharap Mishil ibunya menyesal telah menelantarkannya dan meminta maaf.”
“Cinta? apa itu cinta? Cinta adalah mengambil sesuatu tanpa mengembalikannya. Jika kau mencintai deokman itulah yang harus kamu lakukan” Mishil mencoba mempengaruhi Bidam di saat-saat terakhirnya.
“Aku untuk mendapatkan Shilla berusaha mendapatkanmengambil hati manusia/masyarakat”
“Tapi kamu berusaha mendapatkan kekuasaan untuk mengambil hati seorang manusia (deokman)”, kata Mishil melanjutkan.
“Karena dia (deokman) mewakili Shilla”, kata Bidam.
“Jika kau mencintainya kau harus mengambil semuanya dan tak membaginya dengan siapapun, baik itu Kim Yushin atau Kim Chun Chu.”
Mishil mulai terhuyung, Bidam ingin menolongnya bangun, tapi Mishil tidak ingin ditolong.
“Apa Deokman masih jauh?”, tanya Mishil pada Bidam.
Deokman, Seolwon Alcheon dan Kim Yushin telah tiba di depan ruangan.
Deokman masuk seorang diri. Dia melihat Mishil duduk tegak berpegangan di tahtanya, melihat Bidam yang tengah menangis berdiri didekatnya.
“Seju”, deokman memberi hormat pada penjaga stempel.
“Mishil, tanpamu aku tidak bisa seperti sekarang ini”, ujar deokman dalam hati sambil berkaca-kaca.
Tangan Mishil terkulai. Mishil telah menghebuskan nafas terakhirnya.


QSD ep.49                                       QSD ep.51

QSD Ep.52   QSD  Ep.53    QSD ep.54   QSD ep. 55
QSD Ep.56   QSD ep. 57    QSD ep.58   QSD ep.59
QSD Ep.60   QSD ep. 61    QSD ep.62 (Final)

No comments:

Post a Comment

Silakan tulis komennya di sini ya...

Free Translation
Related Posts with Thumbnails